Makalah Perlawanan Aceh
Rabu, 04 November 2015
Makalah,
makalah perang aceh,
makalah perlawanan aceh,
perang aceh,
perlawanan aceh
Edit
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatNya-lah maka kami bisa
menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah
tentang “Perlawanan Terhadap Kolonialisme Belanda”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita
untuk mempelajari berbagai sejarah tentang cikal bakal Bangsa Indonesia dan
bisa mengetahui perjuangan dari rakyat-nya itu sendiri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dengan ini, kami mempersembahkan makalah ini
dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat untuk semua pihak. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Pembahasan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
2.1 Latar Belakang Terjadinya Perlawanan................................................................... 3
2.2 Tokoh / Pemimpin Perang....................................................................................... 3
2.3 Proses Perlawanan.................................................................................................. 4
2.4 Akhir Perlawanan.................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP......................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 8
3.2 Saran...................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pentingnya pembahasan topik ini adalah untuk mengetahui bagaimana
penderitaan bangsa Indonesia ketika di jajah oleh bangsa-bangs Eropa, sehingga
terjadi perlawanan-perlawanan di berbagai daerah untuk menusir para penjajah,
khususnya para penjajah Belanda.
Sampai dengan abad 18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan meluas,
bukan hanya dalam bidang ekonomi dan politik saja namun juga meluas ke
bidang-bidang lainnya seperti kebudayaan dan agama. Penetrasi dan dominasi yang
semakin besar dan meluas terhadap kehidupan bangsa Indonesia menyebabkan
terjadinya berbagai peristiwa perlawanan dan perang melawan penindasan dan
penjajahan bangsa Eropa. Tindakan sewenang-wenang dan penindasan yang dilakukan
oleh penguasa kolonial Eropa telah menimbulkan kesengsaraan dan kepedihan
bangsa Indonesia. Menghadapi tindakan penindasan itu, rakyat Indonesia
memberikan perlawanan yang sangat gigih. Perlawanan mula-mula ditujukan kepada
kekuasaan Portugis dan VOC.
Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia tersebut di bagi ke dalam dua
periode, yaitu perlawanan sebelum tahun 1800 dan perlawanan sesudah tahun 1800.
Pembagian waktu tersebut dilakukan untuk memudahkan pemahaman mengenai sejarah
perlawanan bangsa Indonesia terhadap Bangsa-Bangsa Barat tersebut. Perlawanan
sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat Mataram, Perlawanan Rakyat
Banten, Perlawanan Rakyat Makasar, Pemberontakan Untung Surapati. Sedangkan
perlawanan sesudah tahun 1800, yaitu : Perlawanan Sultan Nuku(Tidore),
Perlawanan Patimura, Perang Diponegoro,Perang Paderi, Perang Aceh, Perang Bali,
Perang Banjarmasin.
Proses penjajahan di Indonesia adalah proses perjuangan yang tidak akan
cukup tergambarkan dalam satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah
dialami maupun berbagai peninggalan yang masih tersisa merupakan saksi yang
masih banyak menyimpan rahasiah yang mungkin belum mampu terungkap.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang melatar
belakangi dalam prlawanan tersebut ?
2.
Bagaimana strategi
yang dilakukan di setiap daerah untuk melawan Belanda?
3.
Siapa tokoh yang
paling berperan dalam perlawanan tersebut?
4.
Bagaimana proses
dalam perlawanan tersebut ?
5.
Bagaimana akhir
dari perlawanan tersebut ?
1.3 Tujuan Pembahasan
Supaya kita dapat mengetahui susah payahnya para pejuang yang peduli akan
keadaan Bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
(PERLAWANAN ACEH)
2.1 Latar Belakang Terjadinya
Perlawanan
Aceh
memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak
menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda
berambisi untuk mendudukinya. Sebaliknya, orang-orang Aceh tetap ingin mempertahankan
kedaulatannya. Sampai dengan tahun 1871, Aceh masih mempunyai kebebasan sebagai
kerajaan yang merdeka.
Situasi ini
mulai berubah dengan adanya Traktrat Sumatra (yang ditandatangani Inggris
dengan Belanda pada tanggal 2 November 1871). Isi dari Traktrat Sumatra 1871
itu adalah pemberian kebebasan bagi Belanda untuk memperluas daerah kekuasaan
di Sumatra, termasuk Aceh. Dengan demikian, Traktrat Sumatra 1871 jelas
merupakan ancaman bagi Aceh.
Karena itu Aceh berusaha untuk
memperkuat diri, yakni mengadakan hubungan dengan Turki, Konsul Italia, bahkan
dengan Konsul Amerika Serikat di Singapura. Tindakan Aceh ini sangat
mengkhawatirkan pihak Belanda karena Belanda tidak ingin adanya campur tangan
dari luar. Belanda memberikan ultimatum, namun Aceh tidak menghiraukannya.
Selanjutnya, pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda memaklumkan perang kepada
Aceh.
2.2 Tokoh / Pemimpin
Perang
Perang Aceh
Pertama [1873-1874] dipimpin oleh Panglima Polim & Sultan Mahmud Syah
melawan Belanda yg dipimpin Köhler. Köhler dengan 3000 serdadunya dapat
dipatahkan, dimana Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873. Sepuluh
hari kemudian, perang berkecamuk di mana-mana. Yang paling besar saat merebut
kembali Masjid Raya Baiturrahman, yg dibantu oleh beberapa kelompok pasukan.
Ada di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampu’uk, Peukan Bada, sampai Lambada, Krueng
Raya. Beberapa ribu orang juga berdatangan dari Teunom, Pidie, Peusangan, &
beberapa wilayah lain. Perang Aceh Pertama ialah ekspedisi Belanda terhadap
Aceh pada tahun 1873 yg bertujuan mengakhiri Perjanjian London 1871, yg
menindaklanjuti traktat dari tahun 1859 [diputuskan oleh Jan van Swieten].
Melalui pengesahan Perjanjian Sumatera, Belanda berhak mendapatkan pantai utara
Sumatera yg di situ banyak terjadi perompakan. Komisaris Pemerintah Frederik
Nicolaas Nieuwenhuijzen yg mengatur Aceh mencoba mengadakan perundingan dengan
Sultan Aceh namun tak mendapatkan apa yg diharapkan sehingga ia menyatakan
perang pada Aceh atas saran GubJen James Loudon. Blokade pesisir tak berjalan
sesuai yg diharapkan.
Perang
Aceh Kedua
Pada Perang Aceh Kedua
[1874-1880], di bawah Jend. Jan van Swieten, Belanda berhasil menduduki Keraton
Sultan, 26 Januari 1874, & dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. 31
Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian
dari Kerajaan Belanda. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari
1874, digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawood yg dinobatkan sebagai Sultan di
masjid Indragiri.
Perang
Aceh Ketiga
Perang ketiga [1881-1896], perang
dilanjutkan secara gerilya & dikobarkan perang fisabilillah. Dimana sistem
perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1904. Perang gerilya
ini pasukan Aceh di bawah Teuku Umar bersama Panglima Polim & Sultan. Pada
tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van der Dussen di
Meulaboh, Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nyak Dhien istri Teuku Umar kemudian
tampil menjadi komandan perang gerilya.
Perang Aceh Keempat
Perang keempat [1896-1910] ialah perang
gerilya kelompok & perorangan dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan
& pembunuhan tanpa komando dari pusat pemerintahan Kesultanan.
2.3 Proses
Perlawanan
Sebelum
terjadi peperangan, Aceh telah melakukan persiapan-persiapan. Sekitar 3.000
orang dipersiapkan di sepanjang pantai dan sekitar 4.000 orang pasukan
disiapkan di lingkungan istana. Pada tanggal 5 April 1873, pasukan Belanda di
bawah pimpinan Mayor Jenderal J.H.R. Kohler melakukan penyerangan terhadap
Masjid Raya Baiturrahman Aceh. Pada tanggal 14 April 1873, Masjid Raya Aceh
dapat diduduki oleh pihak Belanda dengan disertai pengorbanan besar, yakni
tewasnya Mayor Jenderal Kohler.Setelah Masjid Raya Aceh berhasil dikuasai oleh
pihak Belanda, maka kekuatan pasukan Aceh dipusatkan untuk mempertahankan
istana Sultan Mahmuh Syah. Dengan dikuasainya Masjid Raya Aceh oleh pihak
Belanda, banyak mengundang para tokoh dan rakyat untuk bergabung berjuang
melawan Belanda.
Tampilah tokoh-tokoh seperti Panglima Polim, Teuku Imam Lueng Bata, Cut
Banta, Teungku Cik Di Tiro, Teuku Umar dan isterinya Cut Nyak Dien. Serdadu
Belanda kemudian bergerak untuk menyerang istana kesultanan, dan terjadilah
pertempuran di istana kesultanan. Dengan kekuatan yang besar dan semangat
jihad, para pejuang Aceh mampu bertahan, sehingga Belanda gagal untuk menduduki
istana.
Pada akhir tahun 1873, Belanda mengirimkan ekspedisi militernya lagi
secara besar-besaran di bawah pimpinan Letnan Jenderal J. Van Swieten dengan
kekutan 8.000 orang tentara. Pertempuran seru berkobar lagi pada awal tahun
1874 yang akhirnya Belanda berhasil menduduki istana kesultanan. Sultan beserta
para tokoh pejuang yang lain meninggalkan istana dan terus melakukan perlawanan
di luar kota. Pada tanggal 28 Januari 1874, Sultan Mahmud Syah meninggal,
kemudian digantikan oleh putranya yakni Muhammad Daud Syah.
Sementara itu, ketika utusan Aceh yang dikirim ke Turki, yaitu Habib
Abdurrachman tiba kembali di Aceh tahun 1879 maka kegiatan penyerangan ke
pos-pos Belanda diperhebat. Habib Adurrachman bersama Teuku Cik Di Tiro dan
Imam Lueng Bata mengatur taktik penyerangan guna mengacaukan dan memperlemah
pos-pos Belanda.
Menyadari betapa sulitnya mematahkan perlawanan rakyat Aceh, pihak
Belanda berusaha mengetahui rahasia kekuatan Aceh, terutama yang menyangkut
kehidupan sosial-budayanya. Oleh karena itu, pemerintah Belanda mengirim Dr.
Snouck Hurgronye (seorang ahli tentang Islam) untuk meneliti soal sosial budaya
masyarakat Aceh. Dengan menyamar sebagai seorang ulama dengan nama Abdul Gafar,
ia berhasil masuk Aceh.
Hasil penelitiannya dibukukan dengan judul De Atjehers (Orang Aceh).
Dari hasil penelitiannya dapat diketahui bahwa sultan tidak mempunyai kekuatan
tanpa persetujuan para kepala di bawahnya dan ulama mempunyai pengaruh yang
sangat besar di kalangan rakyat.
Dengan demikian langkah yang ditempuh oleh Belanda ialah melakukan
politik "de vide et impera ( memecah belah dan menguasai). Cara yang
ditempuh kaum ulama yang melawan harus dihadapi dengan kekerasan senjata; kaum
bangsawan dan keluarganya diberi kesempatan untuk masuk korps pamong praja di
lingkungan pemerintahan kolonial.
Belanda mulai memikat hati para bangsawan Aceh untuk memihak kepada
Belanda. Pada bulan Agustus 1893, Teuku Umar menyatakan tunduk kepada
pemerintah Belanda dan kemudian diangkat menjadi panglima militer Belanda.
Teuku Umar memimpin 250 orang pasukan dengan persenjataan lengkap, namun
kemudian bersekutu dengan Panglima Polim menghantam Belanda.
Tentara Belanda di bawah pimpinan J.B. Van Heutz berhasil memukul
perlawanan Teuku Umar dan Panglima Polim. Teuku Umar menyingkir ke Aceh Barat
dan Panglima Polim menyingkir ke Aceh Timur. Dalam pertempuran di Meulaboh pada
tanggal 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur.
Sementara itu, Panglima Polim dan Sultan Muhammad Daud Syah, masih
melakukan perlawanan di Aceh Timur. Belanda berusaha melakukan penangkapan.
Pada tanggal 6 September 1903 Panglima Polim beserta 150 orang parjuritnya
menyerah setelah Belanda melakukan penangkapan terhadap keluarganya. Hal yang
sama juga dilakukan terhadap Sultan Muhammad Daud Syah. Pada tahun 1904, Sultan
Aceh dipaksa untuk menandatangani Plakat Pendek yang isinya sebagai berikut.
1) Aceh mengakui kedaulatan Belanda atas daerahnya.
2) Aceh tidak diperbolehkan berhubungan dengan bangsa lain selain dengan
belanda.
3) Aceh menaati perintah dan peraturan Belanda.
Dengan ini, berarti sejak 1904 Aceh
telah berada di bawah kekuasaan pemerintah Belanda.
2.4 Akhir Perlawanan
Berdasarkan
pengalaman Snouch Hurgronje, pada tahun 1899, Belanda mengirim Jenderal Van
Heutsz untuk mengadakan serangan umum di Aceh Besar, Pidie dan Samalanga.
Serangan umum di Aceh itu dikenal dengan Serangan Sapurata dari pasukan
Marchausse (arsose) dengan anggota pasukannya erdiri dari orang-orang Indonesia
yang sudah dilatih oleh Belanda. Pasukan inilah yang benar-benar telah
mematahkan semangat juang para pejuang Aceh. Dalam serangan itu banyak
putra-putra Aceh yang gugur. Sambil memberi perlawanan yang sengit, rakyat Aceh
mundur ke pedalaman. Untuk menyerbu ke pedalaman. Untuk menyerbu ke pedalaman,
Belanda mengirim pasukannya di bawah pimpinan Jendral Van Daalen. Rakyat Aceh
ternyata tidak siap dan kurang perlengkapan sehingga laskar menjadi kocar-kacir
dan terpaksa lari mengundurkan diri dari Medan pertempuran Gerilya.
Dalam
waktu singkat Belanda merasa berhasil menguasai Aceh. Kemudian Belanda membuat
Perjanjian Pendek, dimana kerajaan-kerajaan kecil terikat oleh perjanjian ini.
Kerajaan-kerajaan kecil itu tunduk pada Belanda dan seluruh kedudukan politik
diatur oleh Belanda, sehingga masing-masing kerajan daharuskan untuk:
·
Mengakui daerahnya
sebagai bagian dari kekuasaan Belanda
·
Berjanji tidak akan
berhubungan dengan suatu pemerintahan asing
·
Berjanji akan menaati
perintah-perintah yang diberikan oleh pemerintah Belanda
Perjanjian pendek juga
bertujuan untuk mengikat raja-raja kecil atau mengikat kepala-kepala daerah.
Pemerintahan Belanda juga mengikat raja-raja yang besar kekuasaannya,
diantaranya Deli Serdang, Asahan, langkat, Siak, dan sebagainya dengan suatu
perjanjian.
Demikianlah perang yang terjadi di Aceh yang mengorbankan putra-putra tanah Aceh seperti Teungku Umar, Panglima Polim, eungki Cik di Tiro, Tjut Nyak Dien, Tjut Mutiah, Tuanku Muhammad Dawodsyah dan rakyat Aceh yang dapat kita anggap sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Demikianlah perang yang terjadi di Aceh yang mengorbankan putra-putra tanah Aceh seperti Teungku Umar, Panglima Polim, eungki Cik di Tiro, Tjut Nyak Dien, Tjut Mutiah, Tuanku Muhammad Dawodsyah dan rakyat Aceh yang dapat kita anggap sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Latar belakang Perang Aceh, yang utama yaitu Adanya
Imperialisme Barat yang berlomba-lomba menguasai Asia Tenggara, terutama
Belanda yang melakukan “Politik Pax Neerlandica” serta anggapan dunia luar
bahwa keamanan pelayaran ada dibawah tanggung jawab Belanda. Factor inilah yang
merupakan latar belakang pokok mengapa Belanda berkeinginan menguasai Aceh.
Perang Aceh dibagi menjadi tiga periode, Periode
Perang I (1873-1880), Periode Perang II (1880-1890), Periode Perang III
(1890-1904). Berakhirnya Perang Aceh
ditandai dengan penandatangan Plakat Pendek oleh Sultan Sigli dan Panglima
Polim pada tahun 1904.
3.2
Saran
Semoga dengan dibuatnya
makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana susahnya pejuang Indonesia zaman
dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa
pahlawan yang telah gugur dalam membela Indonesia dan semoga kita bisa
mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.
DAFTAR PUSTAKA
http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/02/kedatangan-belanda-ke-indonesia.html
Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Suyono Capt.R.P. 2003. Peperangan Kerajaan di Nusantara.
Jakarta:PT Gramedia
Hanna,
Williard. 1996. Ternate dan Tidore. Jakarta : PT Penebar Swadaya
UNTUK VERSI LENGKAP (TULISAN + GAMBAR + EDIT + RAPI)
SILAHKAN DATANG KE WARNET GADIS.NET
SIMPANG SMPN 1 SITIUNG, DHARMASRAYA
08777-07-33330 / 0853-6527-3605
thanks
BalasHapusMakasih kembali sudah berkunjung :)
Hapussangat bermanfaat :)
BalasHapustrims cc :) selamat mempelajari :)
HapusSangat membantu sekali
BalasHapustrims masukannya :) semoga puas
Hapus