Empat Alasan Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan Nasional
Pro kontra pemberian gelar pahlawan
nasional kepada Soeharto tetap berlanjut. Berkaitan dengan hal
tersebut, masyarakat korban tragedi politik 65, dan korban kebijakan politik
Soeharto serta sejumlah elemen-elemen masyarakat sipil di Sumatera Utara
menyatakan sikap menolak dengan tegas rencana pemberian gelar pahlawan nasional
kepada Soeharto dengan alasan apapun.
Dari sumber Rakyat Merdeka Online, penolakan tersebut
berdasar atas pertimbangan beberapa hal diantaranya :
Pertama, selama berkuasa lebih kurang 32 tahun Suharto tercatat sebagai
salah satu penguasa nomor satu terbanyak memiliki catatan pelanggaran
HAM di dunia. Beberapa peristiwa pelanggaran HAM yang menjadi tanggung jawab Soeharto,
antara lain, Tragedi Politik 65, yang memakan jutaan korban tak berdosa,
tragedi kebijakan pembangunan dengan penggusuran rakyat (misalnya Kedungombo),
politik pengekangan kebebasan mahasiswa, peristiwa Timor Timur, Talangsari,
Penembakan Misterius (Petrus), Tanjung Priok, DOM di Aceh, Intervensi dan Konflik Gereja HKBP, sampai dengan Tragedi Mei 1998.
Berbagai praktik pelanggaran HAM tersebut, sampai akhir hayatnya, tidak pernah dipertanggung jawabkan Suharto baik secara politik maupun secara hukum. Masyarakat korban politik Suharto sampai saat ini tidak pernah
mendapatkan kebenaran, pemulihan, dan keadilan. Dengan kata lain, Soeharto
tidak memiliki prasyarat dasar sebagai Pahlawan Indonesia, yakni pemimpin yang
bersih dan bertanggung jawab. Sebaliknya, Soeharto adalah pemimpin politik yang
tangannya penuh lumuran darah rakyat yang ditindasnya. Kalaupun Soeharto
disebut memiliki sejumlah jasa kepada republik ini, jasa-jasa tersebut
tidak bisa menghapus dosa-dosa politik yang dibuatnya.
Kedua, Ketetapan MPR RI No.XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, masih berlaku, dan
pasal 4 berbunyi:
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas
terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga
dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto.
Oleh karena itu upaya menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional bertentangan dengan ketetapan MPR.
Ketiga, kebijakan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto bukan
prioritas politik saat ini dan ke masa yang akan datang. Kebijkan politik dan
hukum prioritas yang dibutuhkan saat ini dari Rezim SBY-Boediono adalah
meluruskan sejarah tragedi politik 65, mengungkap kebenaran, serta mewujudkan
keadilan dengan memulihkan hak-hak sipil politik dan hak ekonomi sosial budaya para korban politik
Soeharto.
Sebagai catatan, di Sumatra Utara, ratusan ribu korban langsung dan tidak langsung
tragedi politik 65 yang sampai saat ini kehidupannya sungguh mengenaskan dan
memprihatinkan karena hak-haknya sebagai warga negara tidak pernah dipulihkan
oleh negara.
Upaya rekonsiliasi yang dilakukan sekelompok orang, dengan mengatasnamakan keluarga Pahlawan Revolusi dan keluarga Soeharto menurut kami adalah rekonsiliasi semu yang menghianati jutaan korban 65 lainnya.
Keempat, Suharto tercatat sebagai pemimpin politik nomor satu paling korup di Dunia (Global Stolen Asset Recovery Initiative, United Nations, 2005), sama dengan peringkat hasil penelitian Transparency International, tahun 2004.
Oleh sebab itu, pemberian gelar kepahlawanan kepada Soeharto, seorang diktator dan pemimpin politik paling korup akan menjadi cacat sejarah bagi pemerintahan SBY/Budiono. Partai politik, yang sedang berkuasaa saat ini, akan ditagih oleh generasi mendatang.
Cacat dan luka terberat justru dialami oleh rakyat Indonesia sebab rakyat akhirnya termanipulasi oleh para penguasa culas dengan pemberian gelar kepahlwanan kepada sang diktator dan pemimpin paling korup di dunia.
Sebelumnya, Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan dan Kesetiakawanan di Kementerian Sosial telah menetapkan sepuluh calon penerima gelar Pahlawan Nasional pada awal Oktober 2010. Salah satunya adalah mantan penguasa rezim otoriter Orde Baru, Soeharto. Kesepuluh nama itu telah diserahkan ke Dewan Gelar, Tanda Kehormatan dan Tanda Jasa sebelum akhirnya diserahkan ke Presiden.
0 Response to "Empat Alasan Soeharto Tak Layak Jadi Pahlawan Nasional"
Posting Komentar