Warnet gadisnet

Warnet gadisnet

Drama 6 Orang Kekeluargaan



Nama Kelompok 2 :
1.    Afrila Gugun Ari
2.    Rahmat Ramadhan
3.    Yolla Gilang P
4.    Chintiya Purnama S
5.    Kristia Devi
6.    Neni Maryani

Tema : Kekeluargaan

1.    Afrila Gugun Ari sebagai Dokter Ari
2.    Rahmat Ramadhan sebagai Rahmat (Anak Nakal)
“Halah, Ibu sama Ayah tidak peduli dengan aku. Yang kalian pedulikan hanya pekerjaan, pekerjaan”

3.    Yolla Gilang P. sebagai Bapak Gilang (Ayah)
4.    Chintiya Purnama S sebagai Bu Chintiya (Ibu)
“Darimana kamu nak ? kenapa jam segini baru pulang ?”
5.    Kristia Devi sebagai Bi Ris (Pembantu)
“Iya. Non lebih baik kita berdo’a untuk kesehatan Bapak.”
6.    Neni Maryani sebagai Neni (Anak Baik)
“Ayah sama Ibu kemana Bi..?”

            Di sebuah perumahan elit di kawasan Jakarta, hiduplah sebuah keluarga dengan dua orang anak. Orang tua mereka sibuk dengan pekerjaannya sehingga membuat anak mereka menjadi terlantar dan salah satu anak mereka menjadi nakal. Anak sulung mereka yang bernama Rahmat menjadi anak durhaka, selalu melawan perkataan orang tuanya. Hal seperti itu membuat pembantu di rumah mereka heran dengan keluarga itu.
            Pagi-pagi orang tua mereka sudah pergi, dan bibi mulai mempersiapkan sarapan untuk anak majikannya. Kemudian kedua anak majikannya keluar menuju meja makan.
Bibi           : ………(menaruh makanan)
Neni         : (menarik kursi) “Ayah sama Ibu kemana Bi..?”
Bibi           : “Bapak sama Ibu sudah pergi Non.”
Rahmat    : “Pagi-pagi seperti ini Bi..?”
                  ..“Memangnya apa yang dicari mereka jam segini dah pergi ?”
Neni         : “Abang tidak boleh bicara kayak gitu.”
Rahmat    : “Halah diam kamu….!”
                  ..“Seharusnya itu Ayah dan Ibu sarapan bareng sama kita.!”
Neni         : “Mungkin Ayah sama Ibu ada urusan penting bang..?”
Rahmat    : “Penting mana anak apa pekerjaan?”
                  ..”Sudahlah aku pergi…!!!” (mengambil tas)

                  Hari-hari terus berlalu dengan begitu saja. Begitu juga dengan tingkah laku Rahmat yang semakin hari semakin kasar. Tetapi dengan demikian orang tuanya tidak mengetahui sikap Rahmat. Orang tuanya tetap saja sibuk dengan pekerjaannya.
                  Suatu malam ketika orang tua mereka sedang duduk santai di ruang tamu. Mereka tidak melihat Rahmat. Tak lama kemudian Rahmat datang.
Ibu            : “Dari mana kamu nak?”
                  . “Kenapa jam segini baru pulang..?” (menengok ke jam tangan)
Rahmat    : “Bukan urusan Ibu aku darimana..!” (marah)
                  .. “Kenapa Ibu peduli dengan aku..?”
Ibu            : “Iya tentu Ibu peduli sama kamu. Kamu kan anak Ibu.”
Rahmat    : “Halah Ibu sama Ayah itu tidak peduli dengan aku. Yang kalian pedulikan   .. hanya pekerjaan, pekerjaan, dan pekerjaan..!” (dengan nada tinggi)
Ayah         : “Rahmat, jaga bicaramu. Dia itu Ibu kamu..!” (berdiri)
                  .. “Tidak seharusnya kamu bicara kasar kepada Ibumu.!”
Rahmat    : “Halah ayah sama Ibu itu sama aja..!” (pergi menuju kamar)
Ayah         : “Hei Rahmat duduk dulu kamu..!”
                  .. “Ayah belum selesai bicara…!”
Ibu            : “Sudahlah yah, mungkin dia kecapekan mau istirahat.”

                  Neni mendengar suara ribut di ruang tamu, dan ia langsung keluar kamar. Ternyata dia melihat abangnya habis bertengkar dengan orang tuanya. Neni melihat abangnya mau masuk kamar lalu ia emanrik tangan abangnya.
Neni         : (menarik tangan) “Abang…”
Rahmat    : “Ada apa..?”
Neni         : “Abang kenapa kok kasar sama Ibu dan Ayah..?”
Rahmat    : “Kalau kamu mau tahu tanya saja sama Ayah Ibu           
Neni         : “Tapi…..” (ditinggalkan)

                  Melihat sikap abangnya seperti ini karena kurang perhatian dari orang tuanya, ingin rasanya Neni mencari jalan keluar. Sampai-sampai Neni datang ke kamar bibi dengan mata berkaca-kaca.
Neni         : “Bibi….Bibi (mengetuk pintu)
Bibi           : “Iya non.” (membuka pintu)
                  .. “Non kenapa kok menangis..?” (kaget)
Neni         : “Bi, abang sudah bersikap kasar kepadaku dan Ayah sama Ibu tidak ..          .. peduli sama kami Bi” (sambil menangis)
Bibi           : “Bukannya Ibu sama Bapak tidak peduli non. Mereka bekerja seperti ..          .. tidak ingin non dan rahmat menderita.”
Neni         : “Tapi Bi…” (dipotong Bibi)
Bibi           : “Sudahlah non, non tidak boleh berfikir yang jelek tentang orang tua             ..          .. non.”
Neni         : “Iya Bi.” (menghapus air mata)
Bibi           : “Iya sudah, non tidur lagi, besok sekolah.” (dengan senyum)
Neni         : “Iya Bi…” (diantar ke pintu)
                  .. “Selamat Malam”

                  Ternyata Rahmat tidak hanya membuat masalah di rumah. Rahmat juga tidak masuk sekolah dan ini membuat pihak sekolah mengirimkan surat panggilan kepada orang tuanya dan surat itu diberikan kepada Neni. Kebetulan ayahnya sedang tidak bekerja dan langsung memberikan surat itu.
Ayah         : “(mondar mandir di ruang tamu)”
                  .. (kemudian Rahmat datang)
Ayah         : “Rahmat darimana kamu ?”
Rahmat    : “Nggak perlu tahu Ayah..!”
Ayah         : “Ayah mendapat surat panggilan dari seklah kamu. Dan kamu sudah            ..          .. satu minggut idak masuk…!!!”
Rahmat    : “Suka-suka aku Yah, mau masuk atau nggak itu urusan aku Yah. Apa          .. peduli Ayah..?”
Ayah         : “Kamu sudah keterlaluan Rahmat.”
                  ..“Kamu anak durhaka…!”
Rahmat    : “Halah, sudahlah Yah, percuma Ayah ngomong seperti itu. Kalau sudah      .. seperti itu dimana Ibu sekarang..?” (lalu pergi)
Ayah         : “Rahmat….!” (memegang dada di sebalah kiri)
                  .. Kemudian Bibi melihat Ayah jatuh pingsan.
Bibi           “Pak, Bapak…” (panik)
                  .“Non Neni……!” (berteriak)
Neni         : “(berlari kearah bibi) “Ada apa Bi..? kenapa Ayah..?” (panik)
Bibi           : “Bibi tidak tahu Non.”
                  . “Tadi Bibi lihat Bapak lagi berantem sama den Rahmat”
Neni         : (berlari ke kamar abangnya)
                  ..“Abang…abang….abang….!!!”
Rahmat    : “Ada apa..?”
Neni         : “Ayah bang…” (terputus)
Rahmat    : “Kenapa Ayah..?” (mulai panik)
Neni         : “Ayah pingsan bang..!”

                  Kemudian mereka berlari menuju ruang tamu dengan perasaan panik. Setelah Ayah dibawa ke rumah sakit, Dokter langsung memeriksanya.
Kemudian dokter keluar dari ruangan.
Rahmat    : “Bagaimana dok, Ayah saya..? “ (berdiri)
Dokter      : “Ayah kalian masih selamat”
Rahmat    : “Kenapa dengan Ayah saya dok..?”
Dokter      : “Ayah kalian kena serangan jantung karena kecapekan dan stress.”
Neni         : “Terus sekarang gimana dok..?”
Dokter      : “Ayah kalian belum siuman, kalian berdoa saja.”
Bibi           : “Iya Non, lebih baik kita berdoa untuk kesehatan Bapak” (menenangkan       .. Neni)
Dokter      : “Dimana Ibu kalian..?”
Neni         : “Tidak tahu dok.”
Neni         : “Sebaiknya kalian jaga Ayah kalian baik-baik agar selalu sehat dan bisa       .. menjaga kalian.”
Dokter      : “Baiklah kalau begitu saya ke ruangan saya dulu.” (meninggalkan)
Kemudian Rahmat menelepon Ibunya.
Rahmat    : (mengambil ponsel dan menelepon)
                  .. “Halo, Bu ayah sakit. Bisa nggak Ibu datang kesini.?”
Ibu            : “Maaf nak, Ibu nggak bisa. Lagi ada meeting penting.”
Rahmat    : “Kenapa Ibu lebih penting pekerjaan daripada Ayah.”
Ibu            : “Bukannya gitu nak.” (dipotong)
Rahmat    : “Kalau Ibu lebih pekerjaan lebih baik itu nggak usah datang..!!!”
                  .. (mematikan teleponnya)

                  Kemudian Ibu mulai memikirkan keadaan Ayah dan Ibu mulai khawatir. Ibu segera bergegas menuju rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, tetapi Rahmat malah berkata kasar kepada Ibunya.”
Rahmat    : “Mau ngapain Ibu kesini..?”
Ibu            : “Ibu mau lihat Ayah.”
Rahmat    : “Kenapa Ibu peduli sama Ayah..?”
Neni         : “Abang tidak boleh bicara begitu..!”
Rahmat    : “Diam kamu..!!!” (dengan nada kesal)
Ibu            : “Ibu minta maaf nak.”
Neni         : “Iya sudah Bu, lebih baik Ibu masuk saja.”

Semakin hari kesehatan Ayah semakin membaik. Hal ini membuat Ibu dan Rahmat menjadi sadar dan peduli terhadap sesama. Sampai akhirnya Ibu mengambil keputusan untuk tetap di rumah dan menjalankan kewajiban sebagai seorang istri.
Ibu            : “Ayah, Ibu minta maaf kalau selama ini Ibu terlalu sibuk dengan         .. pekerjaan Ibu.”
Ayah         : “Sudahlah Bu, tidak apa-apa. Semua itu telah berlalu.”
Ibu            : “Kalau begitu mulai sekarang Ibu ingin di rumah saja Yah.”
Ayah         : “Kalau itu sudah menjadi keputusan Ibu dan itu yang terbaik untuk Ibu,        .. Ayah tidak bisa melarang Ibu.”

                  Melihat kedua orang tuanya semakin dekat dan tidak sibuk dengan pekerjaannya, Rahmat merasa bersalah. Selama ini ia selalu berkata kasar kepada orang tuanya. Setibanya d rumah Rahmat meminta maaf kepada orang tuanya.
Rahmat    : “Ayah, Ibu, Rahmat minta maaf ya selama ini Rahmat sudah durhaka            ..          .. kepada Ayah dan Ibu.”
Ayah         : “Iya nak, Ibu dan Ayah sudah emmaafkan kamu.”
Ibu            : “Iya nak, mungkin selama ini kamu seperti itu hanya kamu belum bisa           .. mengerti keadaan Ayah dan Ibu.”
Rahmat    : “Iya Bu, sekali lagi aku minta maaf”
Ibu            : “Kamu tenang aja. Ibu selamanya di rumah.
Rahmat    : “Beneran Bu..? berarti Ibu setiap hari bisa membuatkan sarapan buat            .. kami.”
Ibu            : “Iya nak.”

                  Kemudian keluarga itu hidup bahagia dan saling mengerti dengan keadaan dari masing-masing anggota keluarga.



UNTUK VERSI LENGKAP (TULISAN + GAMBAR + EDIT + RAPI)
SILAHKAN DATANG KE WARNET GADIS.NET
SIMPANG SMPN 1 SITIUNG, DHARMASRAYA
08777-07-33330 / 0853-6527-3605 




0 Response to "Drama 6 Orang Kekeluargaan"

Posting Komentar