Contoh Berita Yang Melanggar Kode Etik Jurnalistik Lengkap
Kasus
makelar kasus palsu TvOne
Permasalahan
dugaan adanya rekayasa yang dilakukan TV One dengan menghadirkan makelar kasus
yang diduga palsu dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi akan
diselesaikan menurut kode etik jurnalistik, bukan melalui proses hukum pidana. Hal
tersebut disampaikan ketua Dewan Pers Bagir Manan di Jakarta, Senin
(12/4/2010), setelah menggelar mediasi dengan TV One dan kepolisian yang
diwakili Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang.
Dikatakan
Bagir, pihak kepolisian sebagai pelapor dan TV One sebagai terlapor sepakat
menyelesaikan menurut kode etik jurnalistik seperti dengan mediasi, hak jawab,
hak koreksi, dan permintaan maaf dari TV One kepada kepolisian dan masyarakat.
"TV One sepakat
menyelesaikan menurut kode etik pers bukan ranah hukum lainnnya. Dari pihak TV
One kita mencoba menggali fakta apa motif dan tujuan melakukan itu. TV One
menyadari ada yang tidak sempurna sebagai manusia, ada kekeliruan,"
katanya.
Kekeliruan
TV One, menurut Bagir, adalah karena tidak seimbang atau cover both
side dalam menyajikan program berita. "TV One tidak memanggil
pihak Polri sehingga tidak cover both side walaupun TV One
mengaku sudah berusaha memanggil kepolisian," ujarnya.
Dalam
mediasi dengan TV One sebelumnya, Bagir menyampaikan bahwa TV One telah
meyakinkan Dewan Pers dengan bukti-bukti yang menyatakan bahwa Andrys Ronaldi
adalah benar makelar kasus. Namun, bukti tersebut dirahasiakan oleh Dewan Pers
sesuai perjanjian dengan TV One saat mediasi.
Sebelumnya,
Andrys Ronaldi diperiksa kepolisian karena diduga sebagai markus palsu yang
mengaku lama beraksi di kepolisian dalam program Apa Kabar Indonesia
Pagi. Oleh karena itulah, pihak kepolisian melaporkan TV One atas dugaan
merekayasa adanya makelar kasus palsu yakni Andrys yang lama beraksi di
kepolisian. Sementara Andrys sendiri mengaku telah dijebak pihak TV One agar
mengaku sebagai makelar kasus palsu.
Dari
berita diatas TvOne melanggar kode etik karena berita yang disiarkan tidak
seimbang karena tidak ada sumber di pihak polri dan makelar kasus juga ternyata
palsu walaupun tvone disini mengatakan bahwa dia asli makelar kasus di
kepolisian
Pengusaha
Gunawan Yusuf mendesak Majalah Tempo meminta maaf
Pengusaha
Gunawan Yusuf yang juga pemilik Sugar Group melalui kuasa hukumnya Hotman Paris
Hutapea, mendesak Majalah Tempo untuk meminta maaf sesuai keputusan Dewan Pers
yang menilai Tempo telah melanggar kode etik jurnalisitik. Permintaan maaf itu
kata Hotman harus dilakukan dalam bentuk iklan permohonan maaf sebanyak lima
halaman, sesuai pemberitaan Majalah Tempo, serta dibuat di satu Koran nasional.
Menurut Hotman Paris, ini untuk kali pertama Dewan Pers berani menjatuhkan
hukuman berat dengan cara menerapkan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Keputusan dalam bentuk Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi itu ditandatangani
Ketua Dewan Pers Prof Dr Bagir Manan pada 19 September 2012.
Bersarkan
penilaian Dewan Pers, jelas pengacara kondang ini, berita-berita dimaksud
termuat di Majalah Tempo edisi 26 Maret – 1 April 2012 sebagaimana diadukan
kliennya berjudul; Rochadi, Korban Sengketa Makindo (hal 32), Terjepit
Sengketa Raja Gula (hal 44-48), Gugatan Dua Saudara (hal
58-50), dan Taipan Nyentrik di ST Regis (hal 50) telah
melanggar Pasal 3 KEJ. Pasal 3 KEJ tersebut berbunyi; Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga
tak bersalah. Atas dasar pasal tersebut jelas Horman, Dewan Pers
merekomendasikan Majalah Tempo wajib memuat hak jawab pengadu dan meminta maaf
kepada pengadu serta pembaca. Majalah Tempo juga harus berkomitmen untuk
menaati KEJ dalam pemberitaan selanjutnya tentang pengadu. “Apabila putusan
tersebut tidak dilaksanakan secara konsekuen kami akan tempuh upaya pidana dan
perdata kepada PT Tempo Inti Media tbk selaku pemilik Majalah Tempo,” tegas
Hotman di Jakarta, kemarin.
Dia
menjelaskan, gugatan pidana yang akan dilakukan terkait pasal 310 KUHP dan
pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik. Sedangkan gugatan perdata
ditujukan agar Majalah Tempo memberikan ganti rugi secara materil kepada
Gunawan Jusuf selaku pengusaha. Gugatan juga terkait pelanggaran
Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
karena pemberitaan Majalah Tempo tersebut juga dimuat di media online. Dipaparkan
Hotman, dalam Majalah Tempo edisi 26 Maret-1 April 2012 termuat tulisan
sebanyak lima halaman yang isinya tak sesuai fakta hukum. Yang jadi perhatian,
kata Hotman terutama berita berjudul Terjepit Sengketa Raja Gula dimana
disitu tertulis kalimat; Jurus berkelit menghindari utang dengan
menggunakan data keimigrasian ternyata bukan sekali digunakan Gunawan Jusuf.
“Tempo
memvonis bahwa seolah-olah Gunawan banyak utang. Padahal tak ada bukti di
pengadilan Gunawan Jusuf punya utang. Dan, seolah-olah Gunawan dengan
menggunakan data keimigrasian untuk menghindari utang,” kata Hotman.
Berita diatas sudah jelas
bahwa majalah tempo melakukan pelanggaran kode etik di pasal 3 KEJ.
Wartawan
meminta saham Perusahaan Krakatau Steel
Pemeriksaan kasus pemerasan saham Krakatau Steel terus
bergulir. Pekan ini, Dewan Pers berencana mengundang sejumlah wartawan yang
diduga terlibat dalam kasus tersebut. "Mereka kami berikan hak untuk
menjelaskan persoalan berdasarkan versi mereka masing-masing," ujar
Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo, Senin (22/11).
Undangan dilayangkan kepada lima jurnalis yang diduga
melakukan pelanggaran etika jurnalistik. Untuk tahap awal, kata Agus, undangan
disampaikan kepada lima jurnalis sebagaimana laporan yang diterima Dewan Pers.
Lalu bagaimana dengan 30 jurnalis yang lain? "Yah, satu-satulah. Persoalan
ini tidak mungkin selesai dalam waktu satu hari," ujarnya.
Menurut Agus, permintaan klarifikasi tidak hanya tertuju
untuk kalangan jurnalis, melainkan juga kepada otoritas pasar modal. Termasuk
diantaranya perusahaan komunikasi dan beberapa perusahaan penjamin emisi yang
dilibatkan dalam proses penjualan saham perdana PT Krakatau Steel. "Semua
pihak yang terkait tentu akan kami undang," ujarnya.
Lima jurnalis diduga meminta jatah dalam proses
penjualan saham perdana PT Krakatau Steel. Mereka mengatasnamakan 30 jurnalis
lain untuk meminta jatah saham sebesar 1500 lot dengan nilai lebih dari Rp 600
juta. Tidak hanya itu. Jurnalis tersebut bahkan memeras uang Rp 400 juta untuk
menutupi berita miring diseputar IPO KS.
Kasus ini lekas menyita perhatian sejumlah petinggi media
massa yang karyawannya diduga terlibat kasus tersebut. Mereka menginterogasi
dan menjatuhkan sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di perusahaan mereka
masing-masing. Tindakan tegas diambil menejemen redaksi situs berita Detik
dengan memberikan opsi pengunduran diri.
Berita disini terlihat adanya pelanggaran kode etik
karena wartawan meminta jatah penjualan saham dan memeras perusahaan Krakatau
Steel untuk menutupi berita miring kalau tidak dikasih mungkin perusahaan ini
akan dipojokkan oleh mereka melalui pemberitaannya.
Dewan Pers memutuskan, stasiun televisi RCTI melanggar Pasal 1 dan Pasal 3
Kode Etik Jurnalistik soal kejelasan sumber informasi terkait pemberitaan soal
"Dugaan Pembocoran Materi Debat Capres" yang ditayangkan dalam
program Seputar Indonesia Sore
pada 11 Juni 2014, Seputar Indonesia
Malam pada 11 Juni 2014, dan Seputar
Indonesia Pagi pada 12 Juni 2014.
Pada berita tersebut, RCTI mengatakan adanya pembocoran
materi debat calon presiden yang menguntungkan pasangan capres-cawapres Joko
"Jokowi" Widodo dan Jusuf Kalla. Dewan Pers menilai, sumber
pemberitaan tersebut tidak jelas. Stasiun televisi milik Hary Tanoesoedibjo,
yang mendukung pasangan capres-cawapres saat itu, Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa, dinilai tidak memiliki dokumen yang kuat untuk mendukung tudingannya.
"Konfirmasi yang sudah dilakukan oleh teradu (RCTI) kepada Komisioner KPU dan tim
sukses Jokowi-JK tidak dapat menutupi lemahnya sumber informasi atau data yang
dapat menjadi landasan teradu dalam memberitakan isu bocornya materi debat
capres," demikian isi putusan Dewan Pers No 27/PPD-DP/XI/2014 yang
ditandatangani Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Jumat (21/11/2014).
Dewan Pers mengatakan, seharusnya RCTI melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap informasi
tersebut sebelum menayangkannya demi memenuhi prinsip keberimbangan. "Penayangan berulang-ulang berita
yang tidak jelas sumbernya tidak sesuai dengan prinsip jurnalistik yang
mengedepankan akurasi, independensi, dan tidak beriktikad buruk," kata Bagir
dalam putusannya.
Dewan Pers pun merekomendasikan RCTI untuk mewawancarai Komisioner KPU Pusat selaku prinsipal,
dan menyiarkannya sebagai hak jawab. RCTI
juga dituntut meminta maaf kepada publik dan menyiarkan pernyataan penilaian
dan rekomendasi Dewan Pers.
Hal ini diputuskan setelah adanya laporan dari Dandhy D
Laksono selaku warga, dan Arian Rondonuwu selaku karyawan RCTI ke Dewan Pers pada 16 Juli 2014.
Sebelum memutuskan, Dewan Pers telah mengundang Dandhy, Raymond, dan pihak RCTI pada 5 September 2014 untuk
memberikan penjelasan dan klarifikasi
Solusi dari kasus ini adalah sebaiknya RCTI yang merupakan
statsiun televisi swasta yang cukup besar harus bisa lebih berhati-hati dalam
memberikan informasi. Apalagi ini masalah debat capres dan cawapres, secatra
tidak langsung pihak RCTI telah memfitnah dari calon capres dan capres terkait.
Karena seorang jurnalis tentunya sudah tau etika jurnalis
yang telah di buat salah satunya yaitu harus profesional dalm mengambil
situasi. Masyarkat sudah menegetahui bahwa pihak RCTI yang bernaung dalam MNC group memang memilih
pasangan PRABOWO-HATTA, ini sungguh angat disayangkan kenapa RCTI bisa
melakukan hal itu dan melanggar kode etik.
Diharapkan
ini jadi pelajaran bagi RCTI dan seluruh stasiun televisi swasta Indonesia
harus bisa lebih professional dalam melakukan pejerjaan nya harus bisa
membedakan mana masalah pribadi dan umum.
Jurnalis
Scince of Univerce Memanipulasi Informasi Kematian Seorang Relawan Indonesia di
Mesir di Social Media
Seorang Jurnalis tentunya setelah mendapatkan informasi
kemudian membuat laporan dan hasil tulisan nya akan di muat di beberapa media,
baik itu media elektronik ataupun media cetak dan sekarang yang paling baru
adalah media online.
Salah satu contoh dari kasus Jurnalis dalam media adalah kasus
Imanda Amalia yang dikabarkan sebagai WNI yang tewas saat kerusuhan di Mesir
bulan Februari 2011 lalu. Berita ini diperoleh dari sebuah posting di akun facebook milik Science of Universe.
Imanda dikabarkan berada di Mesir sebagai relawan United Nations Relief and
Works Agency (UNRWA). Meski belum ada
kejelasan data dari Kedutaan Besar maupun dari Kementerian Luar Negeri, namun
beberapa news online seperti detik.com dan tribunnews telah memberitakan hal
tersebut di running news mereka, bahkan sampai diikuti oleh beberapa stasiun
televisi swasta sehingga hampir seluruh masyarakat percaya akan hal itu. Namun
rupaya berita tersebut hanyalah isu belaka, pada akhirnya Kemenlu RI memastikan
bahwa tidak ada WNI yang tewas di Mesir. Meskipun demikian, kekeliruan berita
dalam news online adalah sering dianggap sebagai hal wajar karena memang para
wartawan media online harus bersaing untuk mendapatkan berita tercepat dan
karena pemuatan berita tersebut bersifat running news, sehingga berita yang
salah dapat diperbaiki dalam berita terbaru yang dimuat. Inilah rupanya yang
membuat masyarakat jarang sekali protes bila ada kekeliruan berita di news
online.
Pelanggaran etika jurnalistik dalam media online, seperti
yang terjadi dalam kasus di atas memang rawan terjadi. Contoh pelanggaran etika
jurnalistik pada kasus di atas ialah penggunaan media sosial sebagai sumber
berita tanpa adanya verifikasi terlebih dahulu. Selain itu, dalam media online
juga rawan terjadi pelanggaran hak cipta dengan mengambil gambar dan mengutip
tanpa mencantumkan sumber, dan plagiarisme (http://jurnalis.files.wordpress.com/2011/07/menjelang-sinyal-merah.pdf). Hal
ini jelas merupakan pelanggaran bagi kode etik jurnalistik (KEJ) yang dalam
pasal-pasalnya menyebutkan bahwa wartawan Indonesia menghasilkan berita yang
akurat, menghasilkan berita faktual dan jelas sumbernya, pengambilan gambar,
foto, suara dilengkapi sumber, tidak melakukan plagiat, dan selalu menguji
informasi.
Ironis memang, bagaimana sebuah kode etik, yang dibuat oleh para jurnalis
ternyata banyak dilanggar oleh para jurnalis sendiri. Namun, tak dapat
dipungkiri bahwa karakter jurnalisme online berbeda
dengan jurnalisme cetak, televisi, dan radio. Kebebasan pers yang sudah sedemikian bebasnya,
ternyata dapat lebih bebas lagi di media online. Dalam media online batas-batas
etika menjadi semakin kabur, informasi mana yang menjadi hak privat dan hak
publik menjadi semakin tidak jelas. Melalui internet, informasi apapun bisa
didapatkan, termasuk informasi pribadi yang semestinya tidak dikonsumsi oleh
jurnalis online sebelum diberitakan pada publik (Reddick dan King, 2001: p.200)
Solusi dari kasus atas
adalah Seorang Jurnalis jika sudah mendpatkan informasi seharus nya di
selediki dulu kebenaran nya apakah itu sudah benar terjadi atau hanya
dugaan karena jika terjadi seperti kasus
relawan WNI yang belum tentu t menurunkan citra Jurnalis dan tentu ini adalah
kenohongan public masyarakat tidak ingin mendapatkan informasi fiktif bohong melainkan informasi fakta atau
benar.Diharapkan ini dapat menjadi pelajaran bagi seorang jurnalis khusus nya
bagi Jurnalis Indoneia
MEDAN - Plagiarisme atau penjiplakan karya tidak hanya
dilakukan di dunia pendidikan. Di dunia jurnalistik, penjiplakan karya juga
marak dilakukan oleh sesama jurnalis. Penjiplakan karya sesungguhnya dapat
dijerat dengan undang-undang dengan ancaman pidana serta perdata.
Arfi Bambani, Staf Divisi Etik dan Pengembangan Profesi
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, mengatakan banyaknya kasus
penjiplakan karya jurnalistik mengindikasikan penurunan kualitas jurnalis dan
tidak adanya penerapan hukum yang tegas.
Penjiplakan,
kata dia, tidak lagi berada di ranah kode etik jurnalistik. Kasus penjiplakan
yang dilakukan oleh jurnalis sudah memasuki ranah hukum untuk diselesaikan.
"Plagiat
itu statusnya sudah diatas kode etik, kasus hukum. Secara hukum saja sudah
salah, apalagi secara etik," ujarnya kepada Bisnis, Senin (3/2/2013).
Menurutnya, karya jurnalistik dijamin dalam Undang-Undang Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Nomor 12/2002. Dalam undang-undang tersebut,
pengertian hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam kaitan hak cipta ini, lanjutnya, Indonesia telah
menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang Hak
Kekayaan Intelektual dan Hak Cipta yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut
dalam sistem hukum, termasuk di bidang penyiaran.
Dia menambahkan, berdasarkan kode etik Aji nomor 14,
menyebutkan seorang jurnalis dilarang menjiplak. Karya tulis seseorang
kekuatannya sama seperti karya lagu. Pengutipan fakta dari sebuah karya tulis
harus dicantumkan siapa penulisnya dan media apa jika itu karya yang
dipublikasikan sebuah media massa.
"Pelanggaran
bisa secara pidana dan perdata, pidana nanti juncto ke KUHP," kata dia.
Di Australia, dia mencontohkan, terdapat Australian
Journalists Associations atau asosiasi wartawan Australia yang memiliki divisi
khusus untuk mencatat tulisan-tulisan anggotanya yang diplagiat atau dikutip,
nantinya akan ada surat tagihan kepada media yang telah mengutip karya
tersebut.
"Kalau di Indonesia, prosedurnya pertama somasi dulu,
kemudian meminta maaf dan membayar kompensasi. Jika tidak mau, harus lapor ke
polisi," tegasnya. Kasus plagiat
yang terjadi di situs resmi Bisnis Indonesia Sumatra (www.bisnis-sumatra.com)
telah dikutip dan dijiplak secara keseluruhan oleh sebuah media online tanpa
menyebutkan sumber berita dan nama jurnalis sebagai pemilik karya. Hal tersebut
diduga telah dilakukan bebeberapa waktu terakhir.
Berikut
beberapa artikel yang dijiplak :
1. http://liputanbisnis.com/2013/05/29/bei-bidik-3-perusahaan-sumut-jual-saham-ke-pasar-modal/
2. http://liputanbisnis.com/2013/05/29/hajatan-ipo-coffindo-masih-dikaji/
3. http://liputanbisnis.com/2013/05/29/hipmi-sumut-dorong-pengusaha-daftar-di-pasar-saham/
4. http://liputanbisnis.com/2013/05/29/hipmi-sumut-krisis-gas-di-sumut-sudah-ancam-industri/
5. http://liputanbisnis.com/2013/05/29/pengusaha-sumut-lega-pertamina-tambah-pasokan-gas/
6. http://liputanbisnis.com/2013/05/29/hipmi-sumut-krisis-gas-di-sumut-sudah-ancam-industri/
Sumber Berita :
http://hellytadwi.blogspot.co.id
http://etika-profesiteknologi.blogspot.co.id
0 Response to "Contoh Berita Yang Melanggar Kode Etik Jurnalistik Lengkap"
Posting Komentar