Contoh Kaba Minangkabau (Contoh 2)
Kaba Pusako “Bonsu Pinang
Sibaribuik”
Sekitar
abad ke 15 -16 (antara 1450 – 1550), berkuasalah di Pagaruyung seorang raja
bergelar Tuanku Alam Sati (saya lupa nama kecilnya). Raja adalah sulung dari 4
bersaudara, 2 laki laki dan 2 perempuan. Di Istana masih ada ibunda raja (Bundo
Kanduang) duduk sebagai penasihat.
Satu
ketika permaisuri wafat dan raja dirundung duka berkepanjangan. Khawatir negara
tidak terurus raja meletakkan jabatan, dan adik laki-lakinya yang bernama Sutan
Indo Naro yang memegang jabatan Raja di Inderapura dipanggil pulang ke
Pagaruyung, naik nobat menjadi Raja Alam Minangkabau dengan gelar Tuanku Alam
Sati. Raja yang lama kemudian mengembara melintasi luhak dan rantau diiringi 4
dubalang, kali ini beliau bergelar Tuanku Rajo Tuo. Masih dihormati sepanjang
adat namun tidak berkuasa lagi.
Lama
berkelana Tuanku Rajo Tuo menemukan tambatan hati baru di Nagari Guguak,
Kubuang Tigo Baleh. Sang istri memiliki wajah yang mirip dengan permaisuri yang
telah meninggal. Tuanku Rajo Tuo kemudian diberi tanah dan berdiam di kampung
kecil dalam Nagari Guguak yang bernama Sungai Nyalo.
Nagari
Guguak bertetangga dengan Nagari Padang Duobaleh, yang dipimpin oleh raja lalim
(Raja Angek Garang), raja yang berasal dari kalangan penyamun dan menghidupi
nagari tersebut dengan hasil samun, judi dan adu ayam. Keberadaan 3 orang anak
Tuanku Rajo Tuo dipandang sebagai potensi bahaya yang akan mengganggu
kekuasaanya kelak. Maka dirancanglah suatu fitnah dengan mengirimkan wabah
penyakit ke Nagari Guguak yang menyebabkan ternak, tanaman dan masyarakat
menderita. Obatnya hanya satu, darah dari ketiga anak Tuanku Rajo Tuo.
Hasil
rapat para basa di Nagari Guguak menyepakati untuk menuruti solusi dukun kroni
Raja Angek Garang. Ketiga anak Tuanku Rajo Tuo yaitu Rondok Dindin, Murai Batu
dan Bonsu Pinang Sibaribuik dibawa ke hutan oleh dubalang untuk disembelih.
Namun dubalang asal Pagaruyung ini sedari awal sudah curiga akan konspirasi
ini, mereka menukar darah ketiga pangeran ini dengan darah rusa, kijang dan
kambing hutan untuk dibawa pulang. Tiga orang adik beradik dilepas dalam hutan,
mencari nasib sendiri-sendiri.
Rondok
Dindin (9 tahun), Murai Batu (7 tahun) dan Bonsu Pinang Sibaribuik (5 tahun)
bertahan hidup dari berburu hewan kecil. Malang bagi mereka yang mereka makan
adalah seekor ayam birugo, ayam keramat milik Gaek Gunuang Salasiah yang
bersemayam di hutan. Konsekuensinya, siapa yang makan kepala nantinya akan
menjadi raja, yang makan sayap menjadi hulubalang dan yang makan bagian ekor
akan menjadi budak. Setidaknya demikianlah kata Gaek Gunuang Salasiah.
Singkat
cerita mereka menempuh takdirnya masing-masing. Rondok Dindin menjadi raja di
Palinggam Jati (Padang Selatan), Murai Batu menjadi hulubalang di Aceh, dan
Pinang Sibaribuik diperjualbelikan sebagai budak sampai di Malaka.
Pinang
Sibaribuik kemudian dimerdekakan oleh seorang syahbandar di Malaka dan menjadi
pegawainya. Namun karena fitnah anak buah saudagar yang dulu memilikinya
sebagai budak , maka ia dipenjara dengan tuduhan menghamili tunangannya
sendiri, sehingga syahbandar dapat malu. Dalam penjara dia bertemu putra
mahkota dari Raja Bajak Laut. Dengan bantuannya Pinang Sibaribuik melarikan
diri dan memulai karir sebagai bajak laut. Lama menjadi bajak laut hingga punya
armada sendiri, Sibaribuik dilenakan oleh istri barunya sehingga hasil bajakan
berkurang. Raja bajak laut murka dan menitahkan hukum bunuh untuk Sibaribuik.
Sibaribuik akhirnya dibuang ke lautan di perairan Champa.
Ia
selamat dan terdampar di pesisir Champa. Diselamatkan oleh Gaek Jakun, adik
seperguruan Gaek Gunuang Salasiah di Kubuang Tigo Baleh. Tiga tahun bersama
Gaek Jakun ia menemukan jati dirinya yang sebelumnya dia tidak tahu. Gaek juga
menurunkan segala ilmu dan kesaktian yang dimilikinya. Pada akhirnya Gaek
mengutusnya membantu perjuangan rakyat Bayan Toran dan Parik Paritanun, dua
dari lima nagari di Champa yang tersisa pasca penaklukan orang Kencu (Dai Viet,
di Vietnam Utara).
Sibaribuik
pun menjadi panglima pasca menyelamatkan raja Bayan Toran dari kudeta oleh
hulubalangnya sendiri, yang dihasut oleh musuhnya. Dia sempat kawin di sana,
mempunyai seorang anak namun malang istrinya meninggal. Setelah itu Sibaribuik
minta izin meninggalkan Champa, dan dimulailah petualangannya untuk kembali ke
tanah airnya.
Singkat
cerita Sibaribuik menelusuri kota-kota pelabuhan di sepanjang Asia Tenggara,
Asia Selatan hingga Persia. Banyak nama-nama negeri dalam istilah Minangkabau
lama yang menyebut daerah-daerah seperti Banua Siam, Kaliang Gandowari
(Kalingga – India Timur), Koto Malabari (Malabar – India Barat), Gujarek
Rajosutan (Gujarat-Rajashtan), Kumbaiek (Cambay), dan Palinggam Rayo
(kemungkinan Bandar Abbas, Persia). Ia sampai kembali di Malaka dan menemui
syahbandar ayah angkatnya dulu yang ternyata sudah tua dan tak berkuasa.
Sedikit
cerita roman adalah, ambisi Sibarobuik untuk memperistri Puti Sitawa Mato,
kemenakan ayahnya yang menjadi raja di Kualo Banda Mua (sekitar Salido). Ambisi
ini pula yang menjadi salah satu motivasinya untuk pulang kampung. Namun Puti
Sitawa Mato yang tidak mengetahui asal usul Sibaribuik menolak mentah-mentah
pinangannya disertai hinaan bahwa Sibaribuik hanyalah golongan bajak laut yang
amat tidak pantas dengan dirinya. Pada episode ini Sibaribuik bekerja dengan
Portugis di Malaka dan diangkat anak oleh salah seorang pejabat Portugis.
Singkat
cerita ia akhirnya bisa kembali ke Sungai Nyalo, Nagari Guguak menemui ayah
bundanya dan menyerang Padang Duobaleh. Rajo Angek Garang sendiri justru tewas
di tangan Puti Sitawa Mato. Saat itu rombongan Puti Sitawa Mato yang hendak
minta bantuan ke Pagaruyung di hadang oleh tiga gelombang penyamun, salah
satunya yang terakhir yaitu kelompok Rajo Angek Garang. Setelah dibawa oleh
Sibaribuik menemui ayahnya barulah Puti ini menyadari hubungan kekerabatan,
namun apa daya ambisi Sibaribuik tertahan lagi karena ternyata Puti sudah
bertunangan dengan Sutan Sari Ribuik, putera raja yang menjabat sekarang
(sepupu ayah dari Sibaribuik).
Akhirnya
Sibaribuik mengantarkan Puti Sitawa Mato ke Pagaruyung. Sempat terjadi
perkelahian dengan Sutan Sari Ribuik yang cemburu namun akhirnya perselisihan
diselesaikan dengan pertaruhan antar kedua cucu Bundo Kanduang ini.
Sibaribuik
menang dan mendapatkan Puti Sitawa Mato. Namun pertaruhan ini tidak disetujui
oleh Tuanku Alam Sati, raja sekarang. Menurutnya yang menentukan adalah Puti
Sitawa Mato sendiri.
Cerita
berakhir dengan episode Tuanku Alam Sati, menguji kesaktian Sibaribuik sebagai
bukti kalau dia benar-benar anak kakaknya dan murid dari Gaek Jakun, adik
seperguruan dari guru Tuanku yaitu Gaek Gunuang Salasiah.
(TAMAT)
Tidak
jelas bagaimana kesudahannya, yang jelas cerita berakhir dengan rencana
koordinasi penyerangan untuk mengusir Bangsa Portugis yang meraja lela di
pesisir barat. Juga disebutkan keterlibatan panglima-panglima Aceh untuk
melatih
milisi yang akan dibentuk.
UNTUK VERSI SOFTCOPY (TULISAN + GAMBAR + EDIT + RAPI)
SILAHKAN DATANG KE WARNET GADIS.NET
SIMPANG SMPN 1 SITIUNG, DHARMASRAYA
08777-07-33330 / 0853-6527-3605
HARGA BERSAHABAT
0 Response to "Contoh Kaba Minangkabau (Contoh 2)"
Posting Komentar