Persiapan materi dan Alat untuk Pengembangan Agama dan Moral anak di RA/TK Lengkap
Aspek-aspek karakteristik peserta didik TK/RA:
- Fisik
- Moral
- Sosial
- Kultural
- Emosional
- Intelektual
Kemampuan mengungkapkan bahasa meliputi:
- Menjawab pertanyaan yang lebih
kompleks
- Menyebutkan kelompok gambar
yang memiliki bunyi sama
- Berkomunikasi secara lisan,
memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan
membaca, menulis dan berhitung
- Menyusun kalimat sederhana
dalam struktur lengkap (pokok kalimat-predikat-keterangan)
- Memiliki lebih banyak kata-kata
untuk mengekspresikan ide pada orang lain
- Melanjutkan sebagian
cerita/dongeng yang telah diperdengarkan
Prinsip-prinsip pembelajaran di TK/RA:
- Memperhatikan tingkat
perkembangan, kebutuhan, minat dan karakteristik anak
- Mengintegrasikan kesehatan,
gizi, pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan
- Pembelajaran melalui bermain
- Kegiatan pembelajaran dilakukan
secara bertahap, berkesinambungan, dan pembiasaan
- Kegiatan pembelajaran yang
aktif, kreatif, interaktif, efektif, dan menyenangkan
- Proses pembelajaran berpusat
pada anak
Penilaian di TK mencakup dua bidang pengembangan dan jenis
penilaian:
- Bidang pengembangan pembiasaan
meliputi nilai-nilai agama, moral, sosial-emosional dan kemandirian
- Bidang pengembangan kemampuan
berbahasa, kognitif, fisik/motorik dan seni
Jenis penilaian yang diselenggarakan Guru TK/RA meliputi:
- Penilaian harian di RKH
- Penilaian hasil karya anak
- Penilaian semester
- Portofolio
- Anectdot record, dll
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
Ruang lingkup Kurikulum berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak
Usia Dini meliputi aspek perkembangan:
- Bidang Pengembangan
Perilaku,meliputi: (a) Moral dan nilai-nilai agama (b) Sosial emosional
dan kemandirian
- Bidang Pengembangan Kemampuan
Dasar, meliputi: (a) Bahasa, yaitu Menerima bahasa, Mengungkapkan bahasa,
serta Keaksaraan (b) Kognitif, yaitu Pengetahuan umum dan sains, Konsep
bentuk warna, ukuran dan pola serta Konsep bilangan, lambang bilangan, dan
huruf (c) Fisik motorik, yaitu Motorik kasar, Motorik halus, Kesehatan
fisik, Mulok serta Pengembangan diri
Bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain
dimaksudkan bahwa:
- Bermain merupakan cara belajar
anak usia dini.
- Melalui bermain anak
bereksplorasi untuk mengenal lingkungan sekitar, menemukan, memanfaatkan
objek-objek yang dekat dengan anak, dan kesimpulan mengenai benda di
sekitarnya.
- Ketika bermain anak membangun
pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya.
- Pembelajaran pada pendidikan
anak usia dini menggunakan pembelajaran terpadu artinya setiap kegiatan
pembelajaran harus mencakup pengembangan seluruh aspek perkembangan anak.
Satu aspek perkembangan dengan aspek perkembangan lainnya saling terkait.
Pembelajaran terpadu dilakukan dengan menggunakan tema sebagai wahana
untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak secara utuh.
Model pembelajaran di TK:
- Model pembelajaran kelompok,
yaitu Model dengan kegiatan pengaman dan Model dengan sudut-sudut kegiatan
- Model pembelajaran berdasarkan
minat, yaitu: Model pembelajaran menggunakan area-area serta Model
pembelajaran berdasarkan sentra
SKM model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman:
Komponen SKM model pembelajaran kelompok dengan kegiatan
pengaman adalah sebagai berikut:
- Tema dan subtema
- Alokasi waktu
- Aspek pengembangan
- Kegiatan per aspek pengembangan
Langkah-langkah pengembangan SKM model pembelajaran kelompok dengan kegiatan
pengaman adalah sebagai berikut:
- Menjabarkan tema dan merinci subtema
- Membuat matrik hubungan antara
tema, subtema dengan kegiatan
- Menjabarkan indikator menjadi
kegiatan-kegiatan pada bidang pengembangan dalam program semester
Penentuan tema hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Kedekatan, artinya tema
hendaknya dipilih mulai dari tema yang terdekat dengan kehidupan peserta
didik kepada tema yang semakin jauh dari kehidupan mereka.
- Kesederhanaan, artinya tema
hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang sederhana kepada tema-tema
yang lebih rumit bagi peserta didik.
- Kemenarikan, artinya tema
hendaknya dipilih mulai dari tema-tema yang menarik minat peserta didik
kepada tema-tema yang kurang menarik.
- Kesesuaian, artinya tema
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di lingkungan setempat.
Kemampuan anak TK/RA menirukan gerakan motorik halus meliputi kemampuan:
- Menggambar sesuai gagasannya
- Meniru bentuk
- Melakukan eksplorasi dengan
berbagai media dan kegiatan
- Menggunakan alat tulis dengan
benar
- Menggunting sesuai dengan pola
- Menempel gambar dengan tepat
- Mengekspresikan diri melalui
gerakan
- Menggambar secra detail
Langkah-langkah penyusunan SKH dengan sudut kegiatan sebagai berikut:
- Memilih dan menata kegiatan ke
dalam SKH
- Memilah kegiatan ke dalam
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
- Pada kegiatan inti, kegiatan
pembelajaran disesuaikan dengan sudut kegiatan yang akan dilaksanakan.
- Memilih metode yang sesuai
dengan kegiatan yang dipilih
- Memilih alat/sumber belajar
yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.
- Memilih dan menyusun alat
penilaian yang dapat mengukur ketercapaian hasil belajar atau indikator.
Pengenalan membaca, menulis dan berhitung yang dilakukan guru di TK/RA, yaitu
dilakukan dengan pendekatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Oleh
karena itu di TK tidak dikenalkan secara langsung sebagai pembelajaran materi
calistung secara langsung sebagai pembelajaran sendiri-sendiri kepada anak.
Konteks pembelajarannya dilakukan dalam kerangka pengembangan seluruh aspek
tumbuh kembang anak, calistung diajarkan melalui pendekatan bermain dan
disesuaikan dengan tugas-tugas perkembangan anak. Menciptakan lingkungan yang
kaya akan keaksaraan yang memacu kesiapan anak untuk memulai calistung.
Pengertian Silabus TK: yaitu seperangkat rencana dan pengetahuan tentang
kegiatan pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaian hasil belajar.
SILABUS
- Rencana pembelajaran
Tahunan/semester (pemetakan)
- Rencana mingguan
- Rencana harian
Dikembangkan oleh Guru, Kelompok Guru di TK, dan Kelompok
Guru di KKG dan Dikoordinasikan Dinas Pendidikan
KOMPONEN SILABUS
- Kompetensi dasar
- Hasil belajar
- Indikator
- Pembelajaran/kegiatan
- Alokasi waktu, Bisa di
pemetaan, atau Bisa di alokasi waktu
- Sarana dan sumber belajar
- Penilaian
Tujuan pedoman pengembangan silabus di TK:
- Sebagai acuan bagi guru
menyusun dan mengembangkan silabus di TK
- Sebagai acuan bagi tenaga
kependidikan lain dalam merencanakan dan melaksanakan pembinaan kepada
guru dalam menyusun dan mengembangkan silabus di TK.
Standar Kompetensi: Merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh anak
didik di satu bidang pengembangan.
Aspek-aspek perkembangan meliputi:
- Moral dan nilai-nilai agama
- Sosial
- Emosional
- Kemandirian
- Bahasa
- Kognitif
- Fisik/motorik
- Seni
Kompetensi Dasar: merupakan pernyataan yang diharapkan dapat diketahui,
disikapi dan dilakukan anak didik.
Hasil belajar: merupakan hasil kegiatan setelah anak didik
mengalami pembelajaran dalam kompetensi tertentu.
Indikator: merupakan kompetensi dasar yang lebih spesifik dan
operasional yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil
pembelajaran
.
TEMA DAN SUB TEMA SEMESTER I
- DIRI SENDIRI ( 3 minggu)
- LINGKUNGANKU ( 4 minggu)
- KEBUTUHANKU (4 minggu)
- BINATANG ( 3 minggu)
- TANAMAN ( 3 minggu)
TEMA DAN SUB TEMA SEMESTER II
- REKREASI ( 4 minggu)
- PEKERJAAN ( 3 minggu)
- AIR, UDARA, DAN API ( 2 minggu)
- ALAT KOMUNIKASI (2 minggu)
- TANAH AIRKU ( 3 minggu)
- ALAM SEMESTA ( 3 minggu)
AREA PUSAT KEGIATAN ANAK
- Area Seni
- Area Drama
- Area Musik
- Area Balok
- Area Matematika
- Area Pasir dan Air
- Area IPA / Sains
- Area Bahasa
- Area Membaca danMenulis
- Area Agama
- Kegiatan di Luar Kelas
MACAM-MACAM METODE PEMBELAJARAN
- Metode Bercerita
- Metode Bercakap-cakap
- Metode Tanya Jawab
- Metode Pemberian Tugas
- Metode Karya Wisata
- Metode Demonstrasi
- Metode Sosiodrama
- Metode Eksperimen
- Metode Bermain Peran
- Metode Proyek
B. Konsep-konsep
Pengembangan Moral dan Nilai Agama Anak Usia Dini
Semua manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, baik fisik
maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian, ia telah memiliki
kemampuan bawaan yang bersifat ”laten”. Potensi bawaan ini yang memerlukan
pengembangan dan pemeliharaan yang mantap, lebih-lebih pada usia dini.
Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya, seorang anak
menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya,
yaitu:
1.
Prinsip Biologi
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan
lemah. Dalam segala gerak dan tindak tanduknya, ia selalu memerlukan bantuan
dari orang-orang dewasa sekelilingnya. Dengan kata lain, ia belum dapat berdiri
sendiri karena manusia bukanlah makhluk instinktif. Keadaan tubuhnya belum
tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara maksimal.
2.
Prinsip tanpa daya
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan
psikisnya, maka anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu
mengharapkan bantuan dari orang tuanya. Ia sama sakali tidak berdaya untuk
mengurus diriya sendiri.
3.
Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia
yang dibawanya sejak lahir, baik jasmani maupun rohani memerlukan pertimbangan
melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi secara
sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru
akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta
bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian perkembangannya. Ada beberapa
teori timbulnya jiwa keagamaan anak, yaitu:
Ø Rasa Ketergantungan (sense of depende)
Manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat kebutuhan,
yakni keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman
baru (new experimence), keinginan untuk mendapatkan tanggapan (response)
dan keinginan untuk dikenal (recognition). Berdasarkan kenyataan dan
kerjasama dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam
ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari lingkungan
itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.
Ø Instink keagamaan
Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink,
diantaranya instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri
anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya
instink itu belum sempurna. Dengan demikian pendidikan agama perlu
diperkenalkan kepada anak jauh sebelum usia 7 tahun. Artinya, jauh sebelum usia
tersebut, nilai-nilai keagamaan perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini.
Nilai keagamaan itu sendiri bisa berarti perbuatan yang berhubungan antara
manusia dengan Tuhan atau hubungan antar-sesama manusia
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami
sifat agama pada anak-anak. Maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat
dibagi atas:
1. Unreflective (tidak mendalam)
Mereka mempunyai anggapan atau menerima terhadap ajaran agama dengan tanpa
kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam sehingga cukup
sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang
kadang-kadang kurang masuk akal.
2. Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia
perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya.
Semakin bertumbuh semakin meningkat pula egoisnya.
3. Anthromorphis
Konsep ketuhanan pada diri anak menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan.
Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran, mereka menganggap bahwa
perikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan
menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang
gelap. Anak menganggap bahwa Tuhan dapat melihat segala perbuatannya langsung
ke rumah-rumah mereka sebagaimana layaknya orang mengintai. Pada anak usia 6 tahun,
pandangan anak tentang Tuhan adalah sebagai berikut: Tuhan mempunyai wajah
seperti manusia, telinganya lebar dan besar, Tuhan tidak makan tetapi hanya
minum embun. Konsep ketuhanan yang demikian mereka bentuk sendiri berdasarkan
fantasi masing-masing.
4. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal
(ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain
itu pula dari Amalia yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut
tuntunan yang diajarkan kepada mereka. Perkembangan agama pada anak Sangay
besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak itu di usia dewasanya. Banyak
orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang
dilaksanakan pada masa kayak-kanak mereka. Latihan-latihan bersifat verbalis dan
upacara keagamaan yang bersifat rutinitas (praktek) merupakan hal yang berarti
dan merupakan salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada
anak-anak.
5. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari
meniru. Berdoa dan shalat, misalnya, mereka laksanakan karena hasil melihat
realitas di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang
intensif. Dalam segala hal anak merupakan modal yang positif dalam pendidikan
keagamaan pada anak.
6. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir ada
pada anak. Rasa kagum yang ada pada anak sangat berbeda dengan rasa kagum pada
orang dewasa. Rasa kagum pada anak-anak ini belum bersifat kritis dan kreatif,
sehingga mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan
langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal
suatu pengalaman yang baru (new experince). Rasa kagum mereka dapat disalurkan
melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub pada anak-anak. Dengan
demikian kompetensi dan hasil belajar yang perlu dicapai pada aspek
pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah kemampuan melakukan ibadah,
menganal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai sesama manusia
C. Strategi dan Teknik
Pengembangan Moral dan Nilai Agama Anak Usia Dini
Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak
usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, Strategi aktivitas dan
bermain, dan Strategi pembelajaran (Wantah, 2005: 109).
1. Strategi Latihan dan Pembiasaan
Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif
untuk membentuk perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral.
Dengan latihan dan pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif
menetap. Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua
atau orang dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu
menghormati kakaknya atau orang tuanya.
2. Strategi Aktivitas Bermain
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap
anak dapat digunakan dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak.
Menurut hasil penelitian Piaget (dalam Wantah, 2005: 116), menunjukkan bahwa
perkembangan perilaku moral anak usia dini terjadi melalui kegiatan bermain.
Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan menggunakan mainan. Setelah itu
anak bermain menggunakan mainan namun dilakukan sendiri. Kemudian anak bermain
bersama temannya bersama temannya namun belum mengikuti aturan-aturan yang
berlaku. Selanjutnya anak bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan
aturan yang berlaku.
3. Strategi Pembelajaran
Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan
dengan strategi pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan
pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan watak yang diharapkan dapat
dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti kejujuran,
keberanian, persahabatan, dan penghargaan (Wantah, 2005: 123).
Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata
sebagai suatu situasi seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di
sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan
cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi
pembelajaran moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan
lainnya. Pada anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada
latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional.
Pada anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada
pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan.
Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada
pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan
perilaku baik dan buruk.
Secara umum ada berbagai teknik yang dapat diterapkan
untuk mengembangkan moral anak usia dini. Menurut Wantah (2005: 129)
teknik-teknik dimaksud adalah: 1. membiarkan, 2. tidak menghiraukan, 3.
memberikan contoh (modelling), 4. mengalihkan arah (redirecting), 5. memuji, 6.
mengajak, dan 7. menantang (challanging).
Beberapa cara yang
dilakukan orang tua untuk mengasah kecerdasan spiritual anak adalah sebagai
berikut:
§ Memberi contoh
Anak usia dini mempunyai sifat suka meniru . karena orang
tua merupakan lingkungan pertama yang ditemui anak, maka ia cenderung meniru
apa yang diperbuat oleh orang tuanya. Di sinilah peran orang tua untuk
memberikan contoh yang baik bagi anak, misalnya mengajak anak untuk ikut
berdoa. Tatkala sudah waktunya shalat, ajaklah anak untuk segera mengambil air
wudhu dan segera menunaikan sholat. Ajari shalat berjamaah dan membaca
surat-surat pendek al-Qur’an dan Hadis-hadis pendek.
§ Melibatkan anak menolong orang lain.
Anak usia dini diajak untuk beranjangsana ke tempat orang
yang membutuhkan pertolongan. Anak disuruh menyerahkan sendiri bantuan kepada
yang membutuhkan, dengan demikian anak akan memiliki jiwa sosial.
§ Bercerita serial keagamaan
Bagi orang tua yang mempunyai hobi bercerita, luangkan
waktu sejenak untuk meninabobokan anak dengan cerita kepahlawanan atau serial
keagamaan. Selain memberikan rasa senang pada anak, juga menanamkan nilai-nilai
kepahlawanan atau keagamaan pada anak dan konsisten dalam mengajarkannya. Dalam
mengajarkan nilai-nilai spiritual pada anak diperlukan kesabaran, tidak semua
yang kita lakukan berhasil pada saat itu juga, adakalanya memerlukan waktu yang
lama dan berulang
D. Pengembangan
Nilai-nilai Agama Anak Usia Dini
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama
anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The
Development of Religious on Children, ia mengatakan bahwa perkembangan
agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:
1. The fairy tale stage
(tingkat dongeng)
Pada tingkatan ini dimulai pada anak usia 3-6 tahun. Pada anak dalam
tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan
emosi. Pada tingkatan ini anak menghayati konsep ketuhanan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya. Kehidupan pada masa ini masih banyak dipengaruhi
kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan
konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng yang kurang masuk akal.
2. The realistic stage
(tingkat kenyataan)
Tingkat ini dimulai
sejak anak masuk SD hingga sampai ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang
berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga
keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. pada masa ini ide
keagamaan anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat
melahirkan konsep Tuhan yang formalis.
3. The Individual stage (tingkat
individu)
Anak pada tingkat ini
memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Ada beberapa alasan mengenalkan nilai-nilai agama
kepada anak usia dini, yaitu anak mulai punya minat, semua perilaku anak
membentuk suatu pola perilaku, mengasah potensi positif diri, sebagai individu,
makhluk social dan hamba Allah. Agar minat anak tumbuh subur, harus dilatih
dengan cara yang menyenangkan agar anak tidak merasa terpaksa dalam melakukan
kegiatan
0 Response to "Persiapan materi dan Alat untuk Pengembangan Agama dan Moral anak di RA/TK Lengkap"
Posting Komentar